Hanya sebuah kata yang ingin keluar dari pena....

Sudah cukup.... aku akan berjalan dengan kaki yang terdapat luka gores, dan tanganku akan tetap melambai meskipun membawa beban berat dalam genggaman, tapi aku puas....puas...dengan melihat setitik sinar hangat yang kelak akan menemaniku selamanya...

Sabtu, 16 Juni 2012

What the....................


aaaaaahhhhh....sialan....

Mungkin salah jika orang ingin berubah menjadi baik, atau mungkin hanya terlalu mencari sensasi dalam hidupnya. Adapun  jawaban untuk sebuah pernyataan yang biasanya hanya mendapat cibiran dari beberapa orang bahkan ketidak percayaan yang beralasan. Namun benarkah itu selalu ada dalam sekitar kalian...??
Setiap orang mempunyai dua sisi yang sangat berlawanan, sisi baik yang sering dibanggakan oleh orang, yang selalu dijadikan tolak ukur untuk sebuah kehidupan yang damai dan sisi buruk yang sering dijadikan lahan cemo’ohan orang – orang baik. Yang jadi pertanyaan, apakah ada orang yang benar – benar baik, suci tanpa cela sedikitpun yang pantas untuk selalu mencemo’oh orang jahat tersebut?
Kemudian andai dilihat dari beberapa segi, mencemo’oh orang pun sudah bisa dikatakan sisi buruk yang harus dibuang jauh, apalagi kumpulan orang suci yang mengatasnamakan kebaikan bersama demi menghancurkan sebuah keburukan yang belum tentu benar – benar buruk dimata setiap orang. Sering kita mendengar perumpamaan “ gajah dipelupuk mata kita tidak nampak, namun kuman di seberang sangat nampak”. Bukankah  bercermin dulu itu perlu sebelum keluar rumah.... yahhh...bisa dibilang untuk melihat seberapa cakapkah atau cantikkah kita untuk tampil di masyarakat J... kalo belum punya cermin bisa segera membeli cermin...
Ehm, kembali lagi pada masalah kecil yang kadang tidak pernah terhiraukan dalam kehidupan bermasyarakat, bahwa mencemo’oh, mengumpat, menghina orang itu mudah dan dihalalkan demi kebaikan orang banyak. Lagi – lagi demi “kebaikan”, namun apakah aspirasi setiap orang akan benar – benar  terwakili dengan kita mengumpat sesuatu yang buruk di luar sana. Apakah kita akan merasa puas dengan menjadi wakil atau barisan terdepan dalam pembelaan kebenaran yang telah menjadi alasan segelintir orang untuk memusuhi keburukan? Bukankah dasar orang bisa dikatakan baik itu karna dibawahnya terdapat sekelompok besar keburukan?! Mustahil sekali orang baik ada jika tidak muncul dulu apa yang namanya keburukan dalam dirinya.
..........................................................................hanya sekedar opini konyol.........!!!

Hampir seperempat abad aku hidup dan ternyata belum mengerti arti hidup itu apa, dan apa yang aku cari juga belum sepenuhnya aku mengerti, masukan dari teman – teman seh bahwa orang hidup itu mencari kebahagiaan, namun belum bisa mewakili secuilpun imajinasiku di otak. Mencari kebahagiaan? Kemudian dari mana orang bisa dibilang bahagia? Bahkan apa seh yang bisa membuatku bahagia?
Ehm.....makan kenyang 3x sehari, punya rumah mewah, istri cantik, bahkan kebutuhan tersier yang melimpah... ohhhh tidak...itu belum cukup aku katakan sebagai kebahagiaan hidup. Sebelumnya hidupku sangat bahagia dengan segala keegoisanku yang menjadikan aku numero uno dimanapun aku berada, teman yang melimpah, tembakau yang baunya kian harum, dan aroma alkohol yang membuat hidup ini semakin menyenangkan, serta alunan musik kebebasan yang hampir tiap malam aku mendengarkanya. namun aku hanya mementingkan kehidupan duniaku, tapi saat itu aku sangat bahagia serasa hidupku tak ada setitik keburukan pun. namun apakah seperti ini yang dinamakan bahagia? Mungkin iya andai penyakit bosan tidak pernah datang menyengat aku, hingga aku merasakan kembali betapa membosankannya hidupku, betapa aku gag memiliki arti yang bisa dibanggakan. Hingga sampai suatu ketika aku harus balik kanan dari kebiasaanku yang seperti itu.
Namun yang aku dapatkan segumpal cemo’ohan yang belum bisa diterima sebagian besar teman – temanku. Ahhhh....sok suci, ahhh....sok cari sensasi... demikian serentetan cemo’ohan yang  kadang membuat aku ingin kembali ke masa laluku yang kelam. Bukankah perubahan ke arah yang lebih baik itu perlu? Sampai – sampai aku harus kembali menjadi seorang ababil yang ingin kembali mengulang hidupku yang terbuang percuma hanya untuk keburukan – keburukanku dulu , ahhhhhh.....siallll.... lagi – lagi dimana aku berada dan berubah membuat aku jadi bahan pembicaraan, yang paling tidak enak adalah membicarakan keburukanku dulu.
“Hai kamu...yang membuat aku memegang teguh perubahan hidupku ini ke arah yang lebih baik, aku mohon jangan tinggalkan aku lagi”. *doa dalam hati*
Kamu yang mengajakku menemukan dunia baru yang lebih indah, lebih bermakna, lebih berarti, hingga aku merasakan arti dari sebuah pengorbanan yang indah, yang membahagiakan meskipun semua berkata tidak mungkin, tapi sekali lagi aku bahagia. Mungkin inilah bahagia yang indah, bukan karena harta, karena setiap hari bisa tertawa, namun kebahagiaan yang orang lain pun tidak mau menjalaninya... hahahaha...dasar aku orang aneh,,ckckckck..... terserah kalian bilang apa, yang penting aku bahagia menjalani cinta yang sakit.
Aku baru merasakan kebahagian setelah aku menjalani sekumpulan kesedihan, seperti aku akan menjadi orang baik setelah aku mengerti arti sebuah keburukan. Namun yang terjadi aku tetap saja diumpat dan disuruh menjauhi, sial bener aku..... ingin menjadi orang baik pun tidak ada yang menghiraukan dan percaya. Nelongso... sebuah ungkapan kecil yang mengandung arti tetesan air mata namun enggan untuk jatuh. Dan aku tidak akan pernah membenci setiap orang yang telah membenciku, kalian semua menjadikan penyemangatku untuk lebih  membuktikan aku sudah berubah jadi baik...aku mohon...mengertilah...
“Hai kamu...yang dulu telah mengulurkan tanganmu untuk membantu aku bangkit dari keterpurukan, aku mohon jangan lepaskan tangan km”. *doa dalam hati*
Semua tidak akan bisa kembali seperti sebuah film kartun yang bisa dihapus masa lalunya, inilah aku saat ini andai kalian semua bisa nerima silahkan, andai kalian tetap gag akan bisa menerima, bahkan menolehpun kalian enggan, biar aku yang tetap merasakan kebahagiaan karena telah kalian benci. Aku harus meyakinkan diriku bahwa ini kebahagiaan yang ingin aku cari. Jangan memaksaku untuk menyerah menjalani kebahagiaan ini meskipun dengan bertubi – tubi hujaman tatapan sinis kalian untuku,
“Hai kamu....aku sayang kamu, dan sayang kalian semunya.....setidaknya mengertilah itu”